Konsep Dasar Profesi Kependidikan



KONSEP DASAR PROFESI KEPENDIDIKAN

Nurjannah
Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Abstrak: Konsep dasar profesi kependidikan merupakan pengetahuan yang harus diketahui oleh para guru dan calon guru. Pengetahuan ini guna untuk membuat para pendidik dan calon pendidik paham apa itu konsep dasar profesi pendidikan sebelum akhirnya mereka terjun ke dalam dunia pendidikan. Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui konsep dasar profesi kependidikan yang di dalamnya terdapat teori-teori dari beberapa peneliti. Teori-teori yang dipaparkan memuat secara rinci, mulai dari pembahasan bagian-bagian terkecil hingga bagian keseluruhannya.

Abstract: The basic concept of the education profession is the knowledge that must be known by teachers and pre-service teachers. This knowledge is used to make them understand what are the basic concepts of the education profession before they finally enter the world of education. This journal aims to find out the basic concepts of the education profession in which there are theories from several researchers. The theories described contain in detail, starting from the discussion of the smallest parts to the whole part.
Kata kunci: profesi kependidikan, pendidik



1.    PENDAHULUAN

(Djam, n.d.) membedakan antara profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas dan profesionalisasi. Ia menjelaskan bahwa profesi adalah suatu jabatan yang menuntun sebuah keahlian dari para anggotanya dengan pengertian bahwa orang tersebut telah terlatih dan disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan yang menjadi fokusnya. Profesional adalah seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan ilmu yang telah ia dapatkan. Profesionalisme adalah sebuah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan straegi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalitas merujuk pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya. Jadi, seorang profesional tidak akan melakukan pekerjaan di luar bidang yang ia fokuskan. Sedangkan profesionalisasi, sebuah proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi.
Ada beberapa persamaan yang terletak pada karakteristik profesi yang dikemukaan oleh Lieberman (1956) dalam Nasihin, (2005). Pertama, A Unique, definite, and essential Service yang dimana profesi merupakan suatu jenis pelayanan yang unik. Kedua, an emphasis upon intellectual technique in performing its service. Pelayanan itu menuntut suatu kemampuan kinerja intelektual. Ketiga, A long period of specialized training. Seseorang akan membutuhkan waktu yang lama dalam memperoleh penguasaan dan kemampuan intelektual. Untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya tidak kurang dari lima tahun dengan pengalaman praktek sampai tercapainya tingkat kemandirian dalam menjalankan profesinya. Keempat, A broad range of autonomy for both tee individual practitioners and the occupational group as a whole. Sesuai profesinya seseorang mampu melakukan sendiri tugas apa yang seharusnya ia kerjakan. Kelima, An acceptance by the practitioners of broad personal responsibility for judgements made ami acts performed within the scope of professional autonomy. Ada sebuah konsekuensi dari otonomi yang dilimpahkan kepada tenaga praktisi professional yaitu ia harus memikul secara penuh tanggungjawab pribadinya. Keenam,  An emphasis upon tee service to be rendered, rather that the economic gain to the practitioners, as the basis for the organization and performance of tee social service delegated to the occupational group. Kinerja pelayanan lebih mengutamakan kepentingan pelayanan kebutuhan daripada kepentingan perolehan imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Ketujuh,  A comprehensive self-gouverning organization of practitioners. Masyarakat sadar bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang kompeten saja. Kedelapan, A code of ethics which has been darified anti interpretes at ambiguous and doubdut points by concrete cases. Otonom yang dinikmati dan dimiliki oleh organisasi profesi dengan para anggotanya selayaknya disertai kesadaran dan i’tikad yang tulus baik pada organisasi maupun pada individual anggotanya untuk memonitori perilakunya sendiri.
Nurkhollis, (2013) menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang dimana mempunyai peranan dalam menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat dalam hal spiritual. Proses tersebut mencakup tiga dimensi, yaitu individu, masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut dan seluruh kandungan realitas. Pendidikan juga bukan hanya tentang pengajaran, tetapi pendidikan adalah suatu kegiatan mentransfer ilmu, transformasi nilai, dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupkan.
Nurkhollis, (2013) juga menyatakan bahwa pendidikan adalah proses untuk mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan individu maupun masyarakat. Kata pendidikan lebih ditekankan daripada dengan pengajaran terletak pada pembentukan kesadaran dan kepribadian individu atau masyarakat di samping transfer ilmu dan keahlian. Hasilnya suatu bangsa dapat menerapkan dan mewariskan kepada generasi-generasi selanjutnya nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian, hingga akhirnya mereka siap menjunjung kehidupan yang lebih baik dan gemilang di masa depannya.
Bukan hanya itu, Ada alasan yang dikemukakan oleh Nurkhollis, (2013) kenapa kita harus memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang. Pertama, ekonomi dan teknologi akan berkembang dan semakin maju dengan adanya pendidikan. Orang yang berpendidikan akan memiliki tingkat pendapatan yang baik dikarenakan mereka lebih produktif dibanding yang tidak berpendidikan. Mereka memiliki keterampilan teknis hingga produktivitas itu terjadi. Kedua, para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebuah investai untuk sumber daya manusia yang memberikan manfaat moneter maupun non-moneter. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yang berupa bertambahnya pendapatan seseorang karena telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan di bawahnya. Sedangkan manfaat non-moneter adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Ketiga, orang yang berpendidikan memiliki kehausan akan ilmu sehingga ia selalu merasa ketinggalan informasi dan termotivasi untuk terus belajar karena pendidikan berarti seseorang belajar sepanjang hayatnya atau lifelong learning.


  1. TEORI

Pengertian guru

            Beberapa penulis yang mengemukakan tentang seorang guru, diantaranya Muhibin Syah (1995:223) dalam Dr. Cicih Sutarsih, (2012) menjelaskan bahwa guru dalam Islam adalah seseorang yang bertanggungjawab dalam perkembangan anak didiknya dengan memanfaatkan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik.
            Darmadi, (2015) menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 telah disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas-tugas utamanya, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah. Darmadi, (2015) pun mengutip kutipan dari John Dewy yang mengatakan bahwa pendidikan adalah metode yang penting dalam kemajuan sosial dan pembaruan.
            Menurut Silverius dalam Ismail, (2010), guru adalah tokoh utama di dalam pendidikan yang akan menyiapkan kader bangssa di masa depan, kunci sukses reformasi pendidikan.
            Hendri, (2010) menjelaskan bahwa profesionalisme guru memiliki posisi sentral dan strategis. Karena dari kepentingan pendidikan nasional maupun tugas fungsional guru, semuanya menuntut agar pendidikan dilaksanakan secara profesional.
          Mohamad Surya (2003: 28) dalam Hendri (2010) mengatakan bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggungjawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Sedangkan H.A.R Tilaar (1999: 205) dalam Hendri ­(2010) menegaskan bagaimana profil guru profesional di abad ke-21 ini, yaitu mature and developing personality, mempunyai kepribadian yang matang dan berkembang. Menguasai IPTEK yang kuat sejalan dengan berkembangnya teknologi. Menguasai keterampilan untuk membangkitkan minat dan potensi peserta didik. Dan pengembangan profesi yang berkesinambungan.
        Imam Syafi'ie, (1992: 30) dalam Muhson, (2004) menyatakan bahwa guru adalah orang yang mata pencahariannya mengajar yang dalam arti profesi ia memiliki tugas mengajar dan mendidik dalam konteks pendidikan.
        Thomas Gordon dalam Muhson, (2004) mengemukakan 8 definisi guru ideal yang dianggapnya baik. Pertama, guru yang baik adalah yang kalem, tidak pernah berteriak. Kedua, guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk dan tidak rasis terhadap anak muridnya. Ketiga, guru yang baik adalah ia yang dapat menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya kepada murid-muridnya. Keempat, guru yang baik dapat menerima semua anak dengan pandangan yang sama. Kelima, guru yang baik mampu menyediakan lingkungan belajar yang menarik, tidak tegang dan bebas. Keenam, guru yang baik selalu konsisten, tidak pernah lupa atau membuat kesalahan dan tidak merasa tinggi. Ketujuh, guru yang baik yang selatu tahu jawaban ketika anak muridnya sewaktu-waktu bertanya hal-hal yang unik. Kedelapan, guru yang baik selalu membantu satu sama lain, selalu menjadi barisan dalam menghadapi anak-anak tanpa perhitungan.
            Winarno Surakhmad (1973: 60) dalam Muhson, (2004) juga memiliki pandangan tentang guru yang baik. Menurutnya guru yang baik adalah ia yang memiliki sifat ramah dan bersedia memahami setiap orang, bersifat sabar dan suka membantu memberi perasaan tenang, bersifat adil dan tidak memihak namun tegas, cerdas dan mempunyai minat yang beragam, memiliki rasa humor dan tidak kaku.
            Berbeda dengan (Yunus, 2016), ia mengatakan bahwa guru profesional ialah mereka yang mengedepankan mutu/kualitas layanan dan produknya, yang memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan pengguna juga memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasarkan potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu.

Latar Belakang Profesi Pendidikan

            Uno, (2005) menuliskan kembali bahwa pendidikan adalah sebuah proses pembebasan yang dimana pendidikan di Indonesia masih sebagai pendidikan yang membelenggu. Pembelengguan yang terjadi berasal dari ketidakjelasan visi dan misi pendidikan juga adanya praktik sentralisasi dan uniformitas, serta system pendidikan dengan konsep delivery system (syistem penyampaian/pemberitaan). Sedangkan praktik pendidikan yang erjadi mengalir dari atas ke bawah (top-down), yang dimana praktik ini kurang memperhatikan faktor hak-hak anak secara demokratis dan kreatif, serta kurangnya pemberian kesempatan kepada mereka untuk melakukan rekayasa dalam aktivitas pendidikannya. Yang akhirnya sistem ini akan menghasilkan manusia yang stereotik, penurut, tidak kreatif, bahkan memiliki ketergantungan tinggi yang hanya akan membuat  mereka menjadi beban sosial, tidak mandiri, dan tidak memiliki jati diri. Demikian pendidikan dinyatakan sebagai pendidikan tertutup, kurang memberikan kebebasan dan pengalaman kepada para pelajar untuk berkreasi.

Pengertian Profesi

          Muchtar Luthfi (1984: 44) dalam Muhson, (2004) menyebutkan bahwa adanya kriteria-kriteria seseorang untuk dapat disebut memiliki sebuah profesi. Pertama, ia harus memiliki suatu keahlian yang diperoleh dengan cara mempelajari secara khusus. Kedua, keahlian yang ia pelajari itu dianggap sebagai panggilan hidup atau kewajiban  yang akan dijalani sepenuh waktu. Ketiga, profesi dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teori terbuka dan secara universal pegangannya itu diakui. Keempat, profesi adalah untuk masyarakan dan bukan untuk diri sendiri, yang dimana ia melakukan itu sebagai upaya dalam mengabdikan diri kepada masyarakat. Kelima, profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif untuk meyakinkan peran profesi terhadap kliennya. Keenam, seseorang yang berprofesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya yang hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesi. Ketujuh, profesi memiliki kode etik yang disebut kode etik profesi. Ini berguna sebagai pedoman dalam melakukan tugas profesi. Kedelapan, profesi harus memiliki klien yang jelas, yaitu mereka yang membutuhkan layanan, seperti siswa yang memakai jasa profesi keguruan sebagai upaya tidak ingin menjadi bodoh. Kesembilan, profesi memerlukan organisasi profesi, yang dimana untuk meningkatkan mutu profesi itu. Kesepuluh, mengenali hubungan profesi dengan bidang-bidang lainnya.
            Menurut Dedi Supriadi (1999: 96) dalam Hendri, (2010), profesi memiliki beberapa ciri pokok. Pertama, pekerjaan tersebut mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan dalam pengabdian kepada masyarakat. Kedua, profesi menuntut sebuah keterampilan tertentu yang dapat diperoleh lewat pendidikan dan dengan latihan yang lama dan intensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge). Keempat, kode etik menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Kelima, anggota profesi secara perorangan memperoleh imbalan finansial sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikan terhadap masyarakat.
         (Yunus, 2016) mengemukakan bahwa profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempunyai persyaratan tinggi bagi pelakunya yang menekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Yang dimaksud dengan kemampuan mental adalah adanya persyaratan pengetahuan eoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis.
(Djam, n.d.) membedakan antara profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas dan profesionalisasi. Ia menjelaskan bahwa profesi adalah suatu jabatan yang menuntun sebuah keahlian dari para anggotanya dengan pengertian bahwa orang tersebut telah terlatih dan disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan yang menjadi fokusnya. Profesional adalah seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan ilmu yang telah ia dapatkan. Profesionalisme adalah sebuah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan straegi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalitas merujuk pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya. Jadi, seorang profesional tidak akan melakukan pekerjaan di luar bidang yang ia fokuskan. Sedangkan profesionalisasi, sebuah proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi.
Sedangkan menurut Piet A Sahertian, 1994:26 dalam Hendri, (2010), profesi adalah pernyataan pengabdian pada suatu pekerjaan atau jabatan yang dimana menuntut sebuah keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan atau sebuah komitmen terhadap profesi.

Ciri-ciri guru dalam profesi         

            H.A.R Tilaar (1999: 205) dalam Hendri, (2010) menggagaskan bagaimana profil guru profesional di abad ke 21 ini. Pertama, guru memiliki kepribadian yang matang dan berkembang. Kedua, ia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat. Ketiga, ia menguasai keterampilan untuk membangkitkan minat dan potensi peserta didik. Inilah karakter yang dapat membedakan profesi guru dengan profesi yang lainnya. Keempat, profesi guru adalah profesi mendidik, maka profil guru profesional adalah guru yang terus menerus mengembangkan kompetensi dirinya yang dapat dilakukan secara institusional dalam praktik pendidikan atau secara individual.
            Kompetensi yang harus dimiliki guru menurut Anik Ghufron dalam Yunus, (2016) ada 4, yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial. Kompetensi kepribadian dapat dibuktikan dengan akhlak yang mulia, arif, berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi pedagogic adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang terdiri dari pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pengembangan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan ia dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan ia dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien tidak hanya dengan peserta didik tetapi juga dengan tenaga kependidikan, orang tua/wali dan warga masyarakat sekitar.
            Dedi Supriadi (1999: 98) mengutip Jurnal Education Leadership edisi Maret 1993 dalam Hendri, (2010) mengenai lima hal yang harus dicapai guru agar menjadi profesional. Pertama, guruharus mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, yang artinya mementingkan siswanya. Kedua, guru menguasai bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta bagaimana cara ia mengajarkan atau menyampaikan kepada para siswa. Ketiga, ia harus bertanggung jawab penuh dalam memantau hasil belajar siswa melalui teknik evaluasi karena ia adalah orang yang paling mengetahui bagaimana peningkatan siswanya di sekolah. Keempat, ia harus berpikir sistimatis tentang apa yang dilakukannya dan dapat belajar dari pengalamannya, mengetahui mana yang benar dan salah serta mana yang baik dan buruk. Kelima, ia seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Tugas Guru

          Beberapa penulis yang mengemukakan tugas-tugas seorang guru, seperti Andiyanto, (2017) yang menuliskan peran guru melalui wawancara dalam implementasi kurikulum 2013 di TK Mentari Kec. Abung Selatan kab. Lampung Utara, yaitu guru sebagai fasilitator yang mampu memandu siswa dalam proses belajar, ia memberikan pendidikan karakter selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, memberikan bimbingan  dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelidiki, mengamati, belajar dan memecahkan masalah juga peran seorang guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan.
    Menurut Yunus, (2016), tugas utama guru yaitu membimbing dan membantu keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Guru memiliki tekad yang kuat untuk membuat para siswanya berhasil.
     Zein, (2016) mengatakan bahwa peran guru bukan hanya sekedar memberikan informasi, melainkan juga sebuah pengarahan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai peserta didik.
      Wardani, (2010) juga mengemukakan bahwa guru bukan hanya sebagai pengajar semata, pendidik akademis tapi juga seorang pendidik karakter, moral dan budaya bagi siswanya. Ia mampu menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor untuk siswanya dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter juga mencerminkan nilai-nilai moral.                                             
       Hudoyo dalam Ismail, (2010) menjelaskan bahwa tugas guru adalah sebagai pelaksana kurikulum yang harus memahami empat pertanyaan kurikulum, yaitu mengapa, apa, bagaimana dan kepada siapa topik-topik harus diajarkan?
     Di dalam kelas, guru harus tahu bagaimana proses pembelajaran akan berlangsung. Proses pembelajaran tersebut harus memenuhi karakteristik, yaitu menggunakan pendekatan pembelajaran pelajar aktif (student active learning), pembelajaran kolaboratif, pembelajaran kooperatif pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas (master learning) (Kurni & Susanto, 2018)
            Guru juga memiliki tugas untuk memotivasi murid-muridnya. Motivasi ini sebagai penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Melinda & Susanto, 2018).

Etika Keguruan

            (Dr. Cicih Sutarsih, 2012) menjelaskan bahwa kode etik merupakan perangkat untuk mempertegas kedudukan dan peran pemegang proofesi sekaligus melindungi profesinya dari hal yang dapat merugikan dirinya. Ada empat elemen landasan yang terkandung dalam landasan normatif dalam sistem etika, yaitu landasan tauhid, keseimbanganm kehendak bebas dan pertanggungjawaban. Landasan tauhid adalah sebuah sikap dan perilaku atau perbuatan yang lurus mencerminkan sikap dan perbuatan yang benar dan yang baik sesuai dengan agama Islam. Landasan keseimbangan adalah seseorang yang memiliki sikap dan perilaku yang seimbang dan adil dalam hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan. Landasan kehendak bebas adalah kebebasan manusia dalam berkreasi menggunakan potensi sumber daya. Landasan peranggungjawaban, ia bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukannya.
            (Dr. Cicih Sutarsih, 2012) juga menuliskan sebuah kode etik guru Indonesia yang bersumber dari AD/ART PGRI (1994) yang berbunyi, KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggungjawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia, terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:

  1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
  2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
  3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
  4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
  5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk mebina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
  6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
  7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
  8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
  9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan

Daftar Pustaka

Andiyanto, T. (2017). Peran guru dalam implementasi kurikulum 2013: studi pada TK Mentari KEC. Abung Selatan KAB. Lampung Utara. Elementary, 3(Januari-Juni), 73–78.
Darmadi, H. (2015). MENJADI GURU PROFESIONAL diperbincangkan , karena guru merupakan sumber kunci keberhasilan pendidikan . didik yang menyangkut berbagai aspek yang bersifat manusiawi yang unik dalam. Jurnal Edukasi, 13(2), 161–174.
Djam, H. (n.d.). Profesi Keguruan dalam Mengembangkan Siswa.
Dr. Cicih Sutarsih, M. P. (2012). Etika profesi.
Hendri, E. (2010). Guru berkualitas: Profesional dan cerdas emosi. Jurnal Saung Guru, 1(2), 1–11.
Ismail, M. I. (2010). Kinerja dan potensi guru dalam pembelajaran. Lentera Pendidikan, 13(1), 44–63.
Kurni, D. K., & Susanto, R. (2018). Pengaruh Keterampilan Manajemen Kelas terhadap Kualitas Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar pada Kelas Tinggi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(February 2018), 39–45.
Melinda, I., & Susanto, R. (2018). Pengaruh Reward dan Punishment Terhadap Motivasi Belajar Siswa. International Journal of Elementary Education, 2(2), 81–86.
Muhson, A. (2004). Meningkatkan Profesionalisme Guru: Sebuah Harapan. Jurnal Ekonomi Pendidikan, 2(1), 90–98.
Nasihin, S. (2005). Profesi guru dalam konsep dan teori.
Nurkhollis. (2013). Pendidikan dalam upaya memajukan teknologi. Jurnal Kependidikan, 1(1), 24–44.
Uno, H. B. (2005). Profesi kependidikan : problema , solusi dan reformasi di Indonesia. Profesi Kependidikan.
Wardani, K. (2010). Peran guru dalam pendidikan karakter menurut konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara. In Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI (pp. 230–239).
Yunus, M. (2016). Profesionalisme guru dalam peningkatan mutu pendidikan. Lentera Pendidikan, 19(27), 112–128.
Zein, M. (2016). Peran guru dalam pengembangan pembelajaran, V, 274–285.



Comments

Popular posts from this blog

Taman Cattleya: Tempat yang Nyaman untuk Bersantai

Serigala di dalam Kamarku / Wolves in My Room #1

Sumber-Sumber Ajaran Agama Islam

Maybe Just Me, They Didn't