Konsep Dasar Profesi Kependidikan
KONSEP DASAR PROFESI KEPENDIDIKAN
Nurjannah
Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510
Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510
Abstrak: Konsep dasar profesi kependidikan merupakan pengetahuan yang harus
diketahui oleh para guru dan calon guru. Pengetahuan ini guna untuk membuat
para pendidik dan calon pendidik paham apa itu konsep dasar profesi pendidikan
sebelum akhirnya mereka terjun ke dalam dunia pendidikan. Jurnal ini bertujuan
untuk mengetahui konsep dasar profesi kependidikan yang di dalamnya terdapat
teori-teori dari beberapa peneliti. Teori-teori yang dipaparkan memuat secara
rinci, mulai dari pembahasan bagian-bagian terkecil hingga bagian
keseluruhannya.
Abstract: The basic concept of the education profession is the knowledge that
must be known by teachers and pre-service teachers. This knowledge is used to
make them understand what are the basic concepts of the education profession
before they finally enter the world of education. This journal aims to find out
the basic concepts of the education profession in which there are theories from
several researchers. The theories described contain in detail, starting from
the discussion of the smallest parts to the whole part.
Kata kunci: profesi kependidikan, pendidik
1. PENDAHULUAN
(Djam, n.d.) membedakan antara profesi, profesional, profesionalisme,
profesionalitas dan profesionalisasi. Ia menjelaskan bahwa profesi adalah suatu
jabatan yang menuntun sebuah keahlian dari para anggotanya dengan pengertian
bahwa orang tersebut telah terlatih dan disiapkan secara khusus untuk melakukan
pekerjaan yang menjadi fokusnya. Profesional adalah seseorang yang melakukan
pekerjaannya dengan ilmu yang telah ia dapatkan. Profesionalisme adalah sebuah
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya
dan terus menerus mengembangkan straegi-strategi yang digunakannya dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalitas merujuk pada sikap
para anggota profesi terhadap profesinya. Jadi, seorang profesional tidak akan
melakukan pekerjaan di luar bidang yang ia fokuskan. Sedangkan
profesionalisasi, sebuah proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para
anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya
sebagai suatu profesi.
Ada beberapa persamaan yang terletak pada karakteristik profesi yang
dikemukaan oleh Lieberman (1956) dalam Nasihin, (2005). Pertama, A Unique, definite, and essential Service
yang dimana profesi merupakan suatu jenis pelayanan yang unik. Kedua, an emphasis upon intellectual technique in performing its service.
Pelayanan itu menuntut suatu kemampuan kinerja intelektual. Ketiga, A long period of specialized training. Seseorang akan membutuhkan
waktu yang lama dalam memperoleh penguasaan dan kemampuan intelektual. Untuk
mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya tidak kurang dari lima tahun
dengan pengalaman praktek sampai tercapainya tingkat kemandirian dalam
menjalankan profesinya. Keempat, A broad range of autonomy for both tee
individual practitioners and the occupational group as a whole. Sesuai
profesinya seseorang mampu melakukan sendiri tugas apa yang seharusnya ia
kerjakan. Kelima, An acceptance by the practitioners of broad
personal responsibility for judgements made ami acts performed within the scope
of professional autonomy. Ada sebuah konsekuensi dari otonomi yang
dilimpahkan kepada tenaga praktisi professional yaitu ia harus memikul secara
penuh tanggungjawab pribadinya. Keenam, An
emphasis upon tee service to be rendered, rather that the economic gain to the
practitioners, as the basis for the organization and performance of tee social
service delegated to the occupational group. Kinerja pelayanan lebih
mengutamakan kepentingan pelayanan kebutuhan daripada kepentingan perolehan
imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Ketujuh, A
comprehensive self-gouverning organization of practitioners. Masyarakat
sadar bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang
kompeten saja. Kedelapan, A code of ethics which has been darified
anti interpretes at ambiguous and doubdut points by concrete cases. Otonom
yang dinikmati dan dimiliki oleh organisasi profesi dengan para anggotanya
selayaknya disertai kesadaran dan i’tikad yang tulus baik pada organisasi
maupun pada individual anggotanya untuk memonitori perilakunya sendiri.
Nurkhollis, (2013) menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang dimana mempunyai
peranan dalam menentukan sifat, nasib, bentuk manusia maupun masyarakat dalam
hal spiritual. Proses tersebut mencakup tiga dimensi, yaitu individu,
masyarakat atau komunitas nasional dari individu tersebut dan seluruh kandungan
realitas. Pendidikan juga bukan hanya tentang pengajaran, tetapi pendidikan adalah
suatu kegiatan mentransfer ilmu, transformasi nilai, dan pembentukan
kepribadian dengan segala aspek yang dicakupkan.
Nurkhollis, (2013) juga menyatakan bahwa pendidikan adalah proses untuk mendapatkan
keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan individu maupun masyarakat.
Kata pendidikan lebih ditekankan daripada dengan pengajaran terletak pada
pembentukan kesadaran dan kepribadian individu atau masyarakat di samping
transfer ilmu dan keahlian. Hasilnya suatu bangsa dapat menerapkan dan
mewariskan kepada generasi-generasi selanjutnya nilai-nilai keagamaan,
kebudayaan, pemikiran dan keahlian, hingga akhirnya mereka siap menjunjung
kehidupan yang lebih baik dan gemilang di masa depannya.
Bukan hanya itu, Ada alasan yang dikemukakan oleh Nurkhollis, (2013) kenapa kita harus memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka
panjang. Pertama, ekonomi dan teknologi akan berkembang dan semakin maju dengan
adanya pendidikan. Orang yang berpendidikan akan memiliki tingkat pendapatan
yang baik dikarenakan mereka lebih produktif dibanding yang tidak
berpendidikan. Mereka memiliki keterampilan teknis hingga produktivitas itu
terjadi. Kedua, para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan
adalah sebuah investai untuk sumber daya manusia yang memberikan manfaat
moneter maupun non-moneter. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yang berupa
bertambahnya pendapatan seseorang karena telah menyelesaikan tingkat pendidikan
tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan di bawahnya.
Sedangkan manfaat non-moneter adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih
baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan
manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Ketiga,
orang yang berpendidikan memiliki kehausan akan ilmu sehingga ia selalu merasa
ketinggalan informasi dan termotivasi untuk terus belajar karena pendidikan
berarti seseorang belajar sepanjang hayatnya atau lifelong learning.
- TEORI
Pengertian
guru
Beberapa penulis yang mengemukakan tentang seorang guru, diantaranya Muhibin Syah (1995:223) dalam Dr. Cicih Sutarsih,
(2012) menjelaskan bahwa guru dalam Islam adalah seseorang yang
bertanggungjawab dalam perkembangan anak didiknya dengan memanfaatkan seluruh
potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik.
Darmadi, (2015) menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005
telah disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas-tugas
utamanya, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar
dan menengah. Darmadi, (2015) pun mengutip kutipan dari John Dewy yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah metode yang penting dalam kemajuan sosial dan pembaruan.
Menurut Silverius dalam Ismail, (2010), guru adalah tokoh utama di dalam pendidikan yang akan menyiapkan kader
bangssa di masa depan, kunci sukses reformasi pendidikan.
Hendri, (2010) menjelaskan bahwa profesionalisme guru memiliki posisi sentral dan
strategis. Karena dari kepentingan pendidikan nasional maupun tugas fungsional
guru, semuanya menuntut agar pendidikan dilaksanakan secara profesional.
Mohamad Surya (2003: 28) dalam Hendri (2010) mengatakan bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggungjawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Sedangkan H.A.R Tilaar (1999: 205) dalam Hendri (2010) menegaskan bagaimana profil guru profesional di abad ke-21 ini, yaitu mature and developing personality, mempunyai kepribadian yang matang dan berkembang. Menguasai IPTEK yang kuat sejalan dengan berkembangnya teknologi. Menguasai keterampilan untuk membangkitkan minat dan potensi peserta didik. Dan pengembangan profesi yang berkesinambungan.
Imam Syafi'ie, (1992: 30) dalam Muhson, (2004) menyatakan bahwa guru adalah orang yang mata pencahariannya mengajar yang dalam arti profesi ia memiliki tugas mengajar dan mendidik dalam konteks pendidikan.
Thomas Gordon dalam Muhson, (2004) mengemukakan 8 definisi guru ideal yang dianggapnya baik. Pertama, guru yang baik adalah yang kalem, tidak pernah berteriak. Kedua, guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk dan tidak rasis terhadap anak muridnya. Ketiga, guru yang baik adalah ia yang dapat menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya kepada murid-muridnya. Keempat, guru yang baik dapat menerima semua anak dengan pandangan yang sama. Kelima, guru yang baik mampu menyediakan lingkungan belajar yang menarik, tidak tegang dan bebas. Keenam, guru yang baik selalu konsisten, tidak pernah lupa atau membuat kesalahan dan tidak merasa tinggi. Ketujuh, guru yang baik yang selatu tahu jawaban ketika anak muridnya sewaktu-waktu bertanya hal-hal yang unik. Kedelapan, guru yang baik selalu membantu satu sama lain, selalu menjadi barisan dalam menghadapi anak-anak tanpa perhitungan.
Mohamad Surya (2003: 28) dalam Hendri (2010) mengatakan bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggungjawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Sedangkan H.A.R Tilaar (1999: 205) dalam Hendri (2010) menegaskan bagaimana profil guru profesional di abad ke-21 ini, yaitu mature and developing personality, mempunyai kepribadian yang matang dan berkembang. Menguasai IPTEK yang kuat sejalan dengan berkembangnya teknologi. Menguasai keterampilan untuk membangkitkan minat dan potensi peserta didik. Dan pengembangan profesi yang berkesinambungan.
Imam Syafi'ie, (1992: 30) dalam Muhson, (2004) menyatakan bahwa guru adalah orang yang mata pencahariannya mengajar yang dalam arti profesi ia memiliki tugas mengajar dan mendidik dalam konteks pendidikan.
Thomas Gordon dalam Muhson, (2004) mengemukakan 8 definisi guru ideal yang dianggapnya baik. Pertama, guru yang baik adalah yang kalem, tidak pernah berteriak. Kedua, guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk dan tidak rasis terhadap anak muridnya. Ketiga, guru yang baik adalah ia yang dapat menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya kepada murid-muridnya. Keempat, guru yang baik dapat menerima semua anak dengan pandangan yang sama. Kelima, guru yang baik mampu menyediakan lingkungan belajar yang menarik, tidak tegang dan bebas. Keenam, guru yang baik selalu konsisten, tidak pernah lupa atau membuat kesalahan dan tidak merasa tinggi. Ketujuh, guru yang baik yang selatu tahu jawaban ketika anak muridnya sewaktu-waktu bertanya hal-hal yang unik. Kedelapan, guru yang baik selalu membantu satu sama lain, selalu menjadi barisan dalam menghadapi anak-anak tanpa perhitungan.
Winarno Surakhmad (1973: 60) dalam
Muhson, (2004) juga memiliki
pandangan tentang guru yang baik. Menurutnya guru yang baik adalah ia yang
memiliki sifat ramah dan bersedia memahami setiap orang, bersifat sabar dan
suka membantu memberi perasaan tenang, bersifat adil dan tidak memihak namun
tegas, cerdas dan mempunyai minat yang beragam, memiliki rasa humor dan tidak
kaku.
Berbeda
dengan (Yunus, 2016), ia mengatakan bahwa guru profesional ialah mereka yang mengedepankan
mutu/kualitas layanan dan produknya, yang memenuhi standarisasi kebutuhan
masyarakat, bangsa, dan pengguna juga memaksimalkan kemampuan peserta didik
berdasarkan potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu.
Latar Belakang
Profesi Pendidikan
Uno, (2005) menuliskan kembali bahwa pendidikan adalah sebuah proses pembebasan
yang dimana pendidikan di Indonesia masih sebagai pendidikan yang membelenggu.
Pembelengguan yang terjadi berasal dari ketidakjelasan visi dan misi pendidikan
juga adanya praktik sentralisasi dan uniformitas, serta system pendidikan
dengan konsep delivery system
(syistem penyampaian/pemberitaan). Sedangkan praktik pendidikan yang erjadi
mengalir dari atas ke bawah (top-down),
yang dimana praktik ini kurang memperhatikan faktor hak-hak anak secara
demokratis dan kreatif, serta kurangnya pemberian kesempatan kepada mereka
untuk melakukan rekayasa dalam aktivitas pendidikannya. Yang akhirnya sistem
ini akan menghasilkan manusia yang stereotik, penurut, tidak kreatif, bahkan
memiliki ketergantungan tinggi yang hanya akan membuat mereka menjadi beban sosial, tidak mandiri,
dan tidak memiliki jati diri. Demikian pendidikan dinyatakan sebagai pendidikan
tertutup, kurang memberikan kebebasan dan pengalaman kepada para pelajar untuk
berkreasi.
Pengertian
Profesi
Muchtar Luthfi (1984: 44) dalam Muhson,
(2004) menyebutkan
bahwa adanya kriteria-kriteria seseorang untuk dapat disebut memiliki sebuah
profesi. Pertama, ia harus memiliki suatu keahlian yang diperoleh dengan cara
mempelajari secara khusus. Kedua, keahlian yang ia pelajari itu dianggap
sebagai panggilan hidup atau kewajiban
yang akan dijalani sepenuh waktu. Ketiga, profesi dijalani menurut aturan
yang jelas, dikenal umum, teori terbuka dan secara universal pegangannya itu
diakui. Keempat, profesi adalah untuk masyarakan dan bukan untuk diri sendiri,
yang dimana ia melakukan itu sebagai upaya dalam mengabdikan diri kepada
masyarakat. Kelima, profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan
kompetensi aplikatif untuk meyakinkan peran profesi terhadap kliennya. Keenam,
seseorang yang berprofesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya
yang hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekan seprofesi. Ketujuh,
profesi memiliki kode etik yang disebut kode etik profesi. Ini berguna sebagai
pedoman dalam melakukan tugas profesi. Kedelapan, profesi harus memiliki klien
yang jelas, yaitu mereka yang membutuhkan layanan, seperti siswa yang memakai
jasa profesi keguruan sebagai upaya tidak ingin menjadi bodoh. Kesembilan,
profesi memerlukan organisasi profesi, yang dimana untuk meningkatkan mutu
profesi itu. Kesepuluh, mengenali hubungan profesi dengan bidang-bidang
lainnya.
Menurut Dedi Supriadi (1999: 96) dalam Hendri,
(2010), profesi
memiliki beberapa ciri pokok. Pertama, pekerjaan tersebut mempunyai fungsi dan
signifikansi sosial karena diperlukan dalam pengabdian kepada masyarakat.
Kedua, profesi menuntut sebuah keterampilan tertentu yang dapat diperoleh lewat
pendidikan dan dengan latihan yang lama dan intensif serta dapat dipertanggung
jawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge).
Keempat, kode etik menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang
jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Kelima, anggota profesi secara
perorangan memperoleh imbalan finansial sebagai konsekuensi dari layanan yang
diberikan terhadap masyarakat.
(Yunus, 2016) mengemukakan bahwa profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
mempunyai persyaratan tinggi bagi pelakunya yang menekankan pada pekerjaan
mental, bukan pekerjaan manual. Yang dimaksud dengan kemampuan mental adalah
adanya persyaratan pengetahuan eoritis sebagai instrument untuk melakukan
perbuatan praktis.
(Djam, n.d.) membedakan antara profesi, profesional, profesionalisme,
profesionalitas dan profesionalisasi. Ia menjelaskan bahwa profesi adalah suatu
jabatan yang menuntun sebuah keahlian dari para anggotanya dengan pengertian
bahwa orang tersebut telah terlatih dan disiapkan secara khusus untuk melakukan
pekerjaan yang menjadi fokusnya. Profesional adalah seseorang yang melakukan
pekerjaannya dengan ilmu yang telah ia dapatkan. Profesionalisme adalah sebuah
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya
dan terus menerus mengembangkan straegi-strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalitas merujuk pada
sikap para anggota profesi terhadap profesinya. Jadi, seorang profesional tidak
akan melakukan pekerjaan di luar bidang yang ia fokuskan. Sedangkan
profesionalisasi, sebuah proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para
anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya
sebagai suatu profesi.
Sedangkan menurut Piet A Sahertian, 1994:26 dalam Hendri,
(2010), profesi
adalah pernyataan pengabdian pada suatu pekerjaan atau jabatan yang dimana
menuntut sebuah keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan atau sebuah komitmen
terhadap profesi.
Ciri-ciri guru
dalam profesi
H.A.R Tilaar (1999: 205) dalam Hendri,
(2010) menggagaskan
bagaimana profil guru profesional di abad ke 21 ini. Pertama, guru memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang. Kedua, ia menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi yang kuat. Ketiga, ia menguasai keterampilan untuk membangkitkan
minat dan potensi peserta didik. Inilah karakter yang dapat membedakan profesi
guru dengan profesi yang lainnya. Keempat, profesi guru adalah profesi
mendidik, maka profil guru profesional adalah guru yang terus menerus
mengembangkan kompetensi dirinya yang dapat dilakukan secara institusional
dalam praktik pendidikan atau secara individual.
Kompetensi yang harus
dimiliki guru menurut Anik Ghufron dalam Yunus, (2016) ada 4, yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial.
Kompetensi kepribadian dapat dibuktikan dengan akhlak yang mulia, arif,
berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi pedagogic adalah
kemampuan mengelola pembelajaran yang terdiri dari pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pengembangan peserta didik. Kompetensi profesional
adalah kemampuan ia dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan
mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan ia dalam berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien tidak hanya dengan peserta didik tetapi
juga dengan tenaga kependidikan, orang tua/wali dan warga masyarakat sekitar.
Dedi Supriadi (1999: 98) mengutip Jurnal
Education Leadership edisi Maret 1993 dalam Hendri, (2010) mengenai lima hal yang harus dicapai guru agar menjadi profesional.
Pertama, guruharus mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, yang artinya
mementingkan siswanya. Kedua, guru menguasai bahan/mata pelajaran yang
diajarkan serta bagaimana cara ia mengajarkan atau menyampaikan kepada para
siswa. Ketiga, ia harus bertanggung jawab penuh dalam memantau hasil belajar
siswa melalui teknik evaluasi karena ia adalah orang yang paling mengetahui
bagaimana peningkatan siswanya di sekolah. Keempat, ia harus berpikir
sistimatis tentang apa yang dilakukannya dan dapat belajar dari pengalamannya,
mengetahui mana yang benar dan salah serta mana yang baik dan buruk. Kelima, ia
seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
Tugas Guru
Beberapa penulis yang
mengemukakan tugas-tugas seorang guru, seperti Andiyanto, (2017) yang menuliskan peran guru melalui wawancara dalam implementasi
kurikulum 2013 di TK Mentari Kec. Abung Selatan kab. Lampung Utara, yaitu guru
sebagai fasilitator yang mampu memandu siswa dalam proses belajar, ia
memberikan pendidikan karakter selama kegiatan belajar mengajar berlangsung,
memberikan bimbingan dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk menyelidiki, mengamati, belajar dan memecahkan
masalah juga peran seorang guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan yang
dianggap berguna sehingga harus dilestarikan.
Menurut Yunus, (2016), tugas utama guru yaitu membimbing dan membantu keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar. Guru memiliki tekad yang kuat untuk membuat para
siswanya berhasil.
Zein, (2016) mengatakan bahwa peran guru bukan hanya sekedar memberikan informasi,
melainkan juga sebuah pengarahan dan memberi fasilitas belajar (directing and
facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai peserta didik.
Wardani, (2010) juga mengemukakan bahwa guru bukan hanya sebagai pengajar semata,
pendidik akademis tapi juga seorang pendidik karakter, moral dan budaya bagi
siswanya. Ia mampu menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor untuk
siswanya dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter juga mencerminkan
nilai-nilai moral.
Hudoyo dalam Ismail, (2010) menjelaskan bahwa tugas guru adalah sebagai pelaksana kurikulum yang
harus memahami empat pertanyaan kurikulum, yaitu mengapa, apa, bagaimana dan
kepada siapa topik-topik harus diajarkan?
Di dalam kelas, guru
harus tahu bagaimana proses pembelajaran akan berlangsung. Proses pembelajaran
tersebut harus memenuhi karakteristik, yaitu menggunakan pendekatan
pembelajaran pelajar aktif (student
active learning), pembelajaran kolaboratif, pembelajaran kooperatif
pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas (master learning) (Kurni & Susanto, 2018)
Guru juga memiliki
tugas untuk memotivasi murid-muridnya. Motivasi ini sebagai penggerak dalam
diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Melinda & Susanto, 2018).
Etika Keguruan
(Dr. Cicih Sutarsih, 2012) menjelaskan bahwa kode etik merupakan perangkat untuk mempertegas
kedudukan dan peran pemegang proofesi sekaligus melindungi profesinya dari hal
yang dapat merugikan dirinya. Ada empat elemen landasan yang terkandung dalam
landasan normatif dalam sistem etika, yaitu landasan tauhid, keseimbanganm
kehendak bebas dan pertanggungjawaban. Landasan tauhid adalah sebuah sikap dan
perilaku atau perbuatan yang lurus mencerminkan sikap dan perbuatan yang benar
dan yang baik sesuai dengan agama Islam. Landasan keseimbangan adalah seseorang
yang memiliki sikap dan perilaku yang seimbang dan adil dalam hubungan antara
manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan
lingkungan. Landasan kehendak bebas adalah kebebasan manusia dalam berkreasi
menggunakan potensi sumber daya. Landasan peranggungjawaban, ia
bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukannya.
(Dr. Cicih Sutarsih, 2012) juga menuliskan sebuah kode etik guru Indonesia yang bersumber dari
AD/ART PGRI (1994) yang berbunyi, KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada
umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggungjawab
atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia, terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
- Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
- Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk mebina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
- Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
- Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
- Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
- Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan
Daftar Pustaka
Andiyanto, T. (2017). Peran guru dalam implementasi kurikulum 2013: studi
pada TK Mentari KEC. Abung Selatan KAB. Lampung Utara. Elementary, 3(Januari-Juni),
73–78.
Darmadi, H. (2015). MENJADI GURU PROFESIONAL diperbincangkan , karena guru
merupakan sumber kunci keberhasilan pendidikan . didik yang menyangkut berbagai
aspek yang bersifat manusiawi yang unik dalam. Jurnal Edukasi, 13(2),
161–174.
Djam, H. (n.d.). Profesi Keguruan dalam Mengembangkan Siswa.
Dr. Cicih Sutarsih, M. P. (2012). Etika profesi.
Hendri, E. (2010). Guru berkualitas: Profesional dan cerdas emosi. Jurnal
Saung Guru, 1(2), 1–11.
Ismail, M. I. (2010). Kinerja dan potensi guru dalam pembelajaran. Lentera
Pendidikan, 13(1), 44–63.
Kurni, D. K., & Susanto, R. (2018). Pengaruh Keterampilan Manajemen
Kelas terhadap Kualitas Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar pada Kelas Tinggi.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(February 2018),
39–45.
Melinda, I., & Susanto, R. (2018). Pengaruh Reward dan Punishment
Terhadap Motivasi Belajar Siswa. International Journal of Elementary
Education, 2(2), 81–86.
Muhson, A. (2004). Meningkatkan Profesionalisme Guru: Sebuah Harapan. Jurnal
Ekonomi Pendidikan, 2(1), 90–98.
Nasihin, S. (2005). Profesi guru dalam konsep dan teori.
Nurkhollis. (2013). Pendidikan dalam upaya memajukan teknologi. Jurnal
Kependidikan, 1(1), 24–44.
Uno, H. B. (2005). Profesi kependidikan : problema , solusi dan
reformasi di Indonesia. Profesi Kependidikan.
Wardani, K. (2010). Peran guru dalam pendidikan karakter menurut konsep pendidikan
Ki Hajar Dewantara. In Proceedings of The 4th International Conference on
Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI (pp. 230–239).
Yunus, M. (2016). Profesionalisme guru dalam peningkatan mutu pendidikan. Lentera
Pendidikan, 19(27), 112–128.
Zein, M. (2016). Peran guru dalam pengembangan pembelajaran, V,
274–285.
Comments
Post a Comment